Suasana diskusi pada Forum Pemred Talk, di Antara Heritage Centre, Jakarta, Kamis, (19/6/2025). ISTIMEWA
ORATOR.ID - Ketua Forum Pemred, Retno Pinasti, mengatakan, hampir semua perusahaan media massa menghadapi tantangan.
"Salah satu penyebab dari kondisi ini adalah kesetaraan regulasi dalam ekosistem antara media massa dan media sosial, serta platform digital," kata Retno, melalui siaran pers yang diterima Jumat, (20/6/2025) sore.
Retno menyampaikan itu saat Forum Pemred (FP) Talks di Antara Heritage Center, Jakarta, Kamis (19/6/2025). Kegiatan ini bertajuk RUU Penyiaran : Peran Negara Menjamin Keadilan Ekosistem Media.
"Kegiatan FP Talks kali ini digelar untuk membahas tentang solusi keberlanjutan industri media di Indonesia," ulas Retno.
Ia menyebutkan, ada dua hal utama yang ingin Forum Pemred disampaikan pada diskusi ini yang mungkin juga berkaitan dengan penyiaran.
"Pertama, dukungan dari pemerintah untuk media sangat penting. Industri media dan pers di Indonesia memerlukan dukungan yang setara dengan industri strategis lainnya," ucapnya.
"Kebijakan yang berpihak sangat diperlukan agar industri ini dapat bersaing, memiliki independensi, dan menjaga kualitas," tambah Retno.
Kedua, sambung Retno, pentingnya untuk membangun tujuan aturan bersama bagi industri media.
"Tujuan ini untuk menciptakan keadilan dan equal playing field, serta menciptakan ruang publik yang beradab, beretika, dan sesuai dengan nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat Indonesia," bebernya.
Ia berharap, momentum revisi UU Penyiaran, berbagai pihak bisa duduk bersama menyelaraskan visidan misi, demi kemajuan industri media di tanah air.
Sementara itu, Wakil Menteri Komunikasi dan Digital (Komdigi) Nezar Patria, mengatakan, pemerintah tetap menjunjung tinggi prinsip kebebasan pers dan tidak ingin revisi undang-undang (UU) penyiaran justru mengekang ruang redaksi.
“Revisi undang-undang penyiaran, lagi dibahas di DPR, dan kita berharap pembahasannya juga bisa cepat, dan merangkum persoalan-persoalan yang sedang dialami oleh industri media sekarang ini," tutur Nezar, saat menjadi salah satu pembicara kegiatan itu.
Anggota Komisi I DPR Nurul Arifin,
menyatakan proses legislasi RUU Penyiaran masih terbuka terhadap berbagai masukan publik.
“Kami di DPR ingin mendengarkan semua pandangan, terutama dari komunitas pers dan media, agar regulasi ini bisaadil, akuntabel, dan tidak represif,” ulas Nurul.
Perancang Peraturan Perundang-undangan Ahli Utama Kementerian Hukum Onnie Rosleini, mengatakan,
kejelasan definisi dalam RUU sangat penting.
"Batas antara penyiaran dan platform digital perlu dijelaskan agar tidak terjadi tumpang tindih regulasi denganUndang-Undang ITE," imbuhnya.
Komisioner KPI Pusat, I Made Sunarsa, menyampaikan, lembaganya hanya mengatur lembaga penyiaran konvensional dan bukan platform digital seperti media sosial atau podcast.
“KPI tidak punya kewenangan mengatur konten digital seperti YouTube. Jadi perlu kehati-hatian dalam menentukan batas pengawasan,” ujar Made.
Sementara itu, Pemerhati Media
Ignatius Haryanto, menyampaikan keprihatinan atas beberapa pasal dalam RUU yang dinilai berpotensi mengancam jurnalisme investigatif.
Ia menegaskan bahwa produk jurnalistik yang berlandaskan kode etik dan verifikasi tidak boleh dikriminalisasi. (OID)